Guci Tempat Air Wafaq |
Kumandang azan terdengar di pagi pukul 9 lewat, tidak biasanya dan
janggal. Lepas dari itu suasana sempat hening sejenak, perlahan-lahan
tetua itu beranjak menuju guci berhias daun kelapa. Ia lalu merapalkan
semacam mantera. Tak berapa lama, piring kecil beraksara arab itu
dimasukan ke dalam guci berisi air.
Sejumlah panitia kemudian membagikan ketupat lepas kepada tamu udangan.
Doa-doa tolak bala mulai dipanjatkan. Pada akhir doa, di hitungan ketiga
kata amin. Serentak ujung daun ketupat itu ditarik bersama-sama. Satu
ketupat lepas untuk dua orang.
Acara tak berhenti disitu, beramai kemudian orang mendatangi guci
meminta airnya. Itulah air wafaq. Sebuah air yang dipercaya bisa
menghalau bala. Ada yang membawa gelas, bekas botol minuman untuk
menyimpan airnya.
Kemudian mereka menuju ruangan disamping masjid, dimana dulang berisi
ketupat dan lauk pauknya telah dihidangkan. Ritual diakhiri dengan makan
bersama.
Ritual ini diadakan pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar. Bulan ini
dipercayai oleh masyarakat Melayu pesisir bahwa Allah SWT menurunkan
320.000 bala kepada umat manusia. Dan ritual itu adalah medium memohon
ampun dan bermunajat agar dijauhkan dari bala.
Masyarakat menyebutnya Rebo Kasan. Berasal dari kata “Rebo Kasat”yang
berarti Rabu terakhir di bulan Shafar. Kumandang azan, pencelupan air
wafaq, pelepasan ketupat lepas serta meminumnya adalah puncak ritual
dari Rebo Kasan itu sendiri.
Salah satu masyarakat melayu yang masih menjalankan tradisi ini adalah
masyarakat desa Air Anyir di Kecamatan Merawang Bangka. Merupakan
tradisi yang telah berusia ratusan tahun. Sejak abad ke-16, nenek moyang
mereka sudah menjalankan ritual ini.
Pada masa itu, nenek moyang mereka biasanya melaksanakan shalat sunnah
empat raka’at dengan membaca satu kali al Fatihah, Al Kautsar sebanyak
17 kali, Al Ikhlas sebanyal lima kali, Al Falaq dan An Nas satu kali
pada tiap-tiap raka’at nya,
Kemudian dua helai daun kelapa yang dicabut dari ketupat itu
dihanyutkan ke laut. Suatu symbol bahwa bencana telah dibuang ke laut.
Pada masa itu ritual dilakukan di Pantai Batu Karang Mas (sekitar 1 km
dari Desa Air Anyer).
Meskipun kini ritual di laksanakan di depan masjid namun nuansa magisnya
masih terasa. Sebuah bentuk kearifan lokal tersendiri. Pada hari itu,
masyarakat desa membuat beragam makanan untuk dihadirkan kepada tamu
undangan.
Adat Nganggung dilaksanakan secara beramai ramai. Masyarakat luar pun
boleh bertandang ke Air Anyer untuk bersama-sama merasakan keramahan dan
rasa berbagi antar sesama.
Kemudian, perayaan tradisi ini dilanjutkan dengan menikmati suasana
pantai Air Anyer yang berpasir putih. Menanjak siang hari, pengunjung
yang datang ke Air Anyir semakin bertambah banyak. Diantaranya ada yang
hendak menemui saudara, keluarga, teman bahkan bagi mereka yang tiada
kenal siapapun boleh berkunjung dan menikmati hidangan. (aksansanjaya)
pembacaan doa-doa |
menaruh piring kedalam guci |
piring bertuliskan mantra rebo kasan |
ketupat lepas rebo kasan |
Tidak ada komentar :
Posting Komentar