Jumat, 23 Mei 2014

Depati Amir, Pahlawan Pulau Bangka


Depati Amir, Pahlawan Pulau Bangka
Depati Amir, seperti yang kita tahu dari dahulu kalau nama itu sudah tidak asing lagi ditelinga kita warga Kepulauan Bangka. Nama itu selalu kita ingat meskipun kita tidak mengetahui seluk beluk kepahlawanannya. Minimal kita mengetahui kalau nama itu diabadikan menjadi nama
sebuah Bandara yang dimiliki oleh Pulau Bangka yang berada di Jl. Soekarno Hatta, Pangkalan Baru - Bangka Tengah. Begitu besarnya penghargaan atas nama Depati Amir hingga diabadikan menjadi nama sebuah bandara oleh penduduk Pulau Bangka. Namun tahukah Anda jika tulang belulang Depati Amir tidak disemayamkan di tanah Kepulauan Bangka? Disini akan diulas sedikit mengenai sejarah Depati Amir, Pahlawan Pulau Bangka ini.
Sejarah atau cerita ini dikutip dari Bangka Pos Cyber Media yang diulas oleh Prof Dr Abdullah Bamualim Periset pada BPTP Sumatera Barat, Keturunan ke 4 Depati Amir. Lebih dan kurangnya kira-kira seperti inilah yang di ungkapkan beliau melalui BangkaPos.com dengan diedit seperlunya tanpa mengubah inti cerita.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgjba-tf7ES7GEA9x3j-9gVgaLFTRPFSG4ccNGdICvnM5wxObRhfiyTLAAJXt-MP9roAe64CC9gGh9cnFtXI178M4rjSX0kuhkk_G3g0C7NacQK2QjhH6KFas-PFeN08fuB5_mvFo9gNY/s1600/Statue+of.jpg 












Perjuangan Depati Amir
Amir, sebagai putera sulung Depati Bahren, diangkat Belanda menjadi Depati pada tahun 1830. Kurang dari setahun menjabat, Depati Amir meletakkan jabatannya, walaupun tetap dianggap dan seterusnya disebut Depati oleh masyarakat Bangka. Sepeninggal Depati Bahren pada tahun 1848, Amir menuntut agar tunjangan yang diberikan Belanda dilanjutkan kepadanya.
Keengganan Belanda memenuhi permintaan tersebut menyulut
pemberontakan Amir, karena itu Belanda berupaya untuk menangkapnya. Pada bulan Desember 1848 Amir berhasil lolos, tetapi puteranya Baidin, ibunya Dakim, saudara perempuannya Ipah dan empat pengikutnya berhasil ditangkap keesokan harinya. Sejak itu, Amir masuk hutan dan melakukan perlawanan terhadap Belanda yang menimbulkan ketegangan di Pulau Bangka. Sebagian besar rakyat Bangka memihak kepada Depati Amir, termasuk bantuan dari beberapa orang Cina yang membeli senjata dari Singapura. Dalam melancarkan serangan, Depati Amir bermarkas di kaki Gunung Maras dengan siasat perang gerilya.
Menghadapi pemberontakan ini, pada bulan April 1850 didatangkan dari Palembang Kompi ke-4, Batalion ke-1, dengan kekuatan 4 perwira dan 143 bintara dipimpin Kapten J.H. Doorschoot. Karena makin memburuknya keamanan selama pertengahan tahun 1850 maka dikirim komisaris H.J. Severijn Haesebroek untuk berunding dengan Amir. Namun perundingan gagal karena tidak dipenuhi persyaratan agar membawa anak, Ibu, saudara perempuan dan pengikut Amir yang ditawan. Bantuan kedua, didatangkan dalam bulan September 1850 dengan kapal uap Bromo dan Tjipanas dipimpin Kapten Buys. Bantuan ketiga yang dipimpin Kapten Blommenstein didatangkan lagi dan ditempatkan di sekitar Sungailiat, Pangkalpinang dan Belinyu, terutama untuk melindungi parit-parit timah.
Depati Amir berhasil menang dalam beberapa pertempuran dengan Belanda. Dalam suatu peristiwa, tentara Belanda dijebak saat berada di atas titian kayu yang menghubungi dua tepi jurang antara kampung Nibung dan Gambul. Juga tercatat serangan ke kampung Ampang yang dipimpin oleh Ake Tjing, adik Amir, dibantu oleh Mandadi, menantu Demang Suramenggala.
Penangkapan Depati Amir
Setelah dua tahun berjuang, kekuatan Depati Amir berkurang karena pengikutnya terdiri dari rakyat biasa yang secara bertahap pulang ke kampungnya untuk berladang dan memenuhi kebutuhan keluarga mereka masing-masing. Suplai senjata dan amunisi pun makin berkurang akibat daerah sekitar pantai dijaga ketat tentara Belanda. Keadaan ini membatasi gerakan Amir hanya di sekitar wilayah yang masih ada pangan, sehingga beberapa kali Amir nyaris tertangkap.
Akhirnya, dalam kondisi sakit, Depati Amir ditangkap pada awal Januari 1851 dan dibawa ke markas militer Belanda di Bakam pada tanggal 7 Januari. Pada tanggal 16 Januari 1851 ia dan saudaranya Ake Tjing dibawa ke Belinyu kemudian ke Mentok dengan kapal Onrust. Pada tanggal 28 Februari 1851 Depati Amir dan Ake Tjing diberangkatkan ke Kupang - Pulau Timor. Bersamanya, ikut berangkat Ibunya Dakim, isterinya Janur, anaknya Baudin, saudaranya yang lain (Djidah, Ipah dan Senah), ibu tirinya Lindan, saudara tirinya Kapidin, iparnya Dandip dan pembantunya Mia.
Antara Pulau Bangka dan Kupang
Sejak diasingkan ke Kupang, terputuslah hubungan dengan Pulau Bangka sampai meninggalnya Depati Amir tahun 1885 dan saudaranya Ake Tjing tahun 1890. Tidak banyak catatan mengenai aktifitas Depati Amir di Pulau Timor, kecuali beliau pernah turut membantu program vaksinasi massal yang diadakan Belanda untuk masyarakat Kota Kupang. Saat ini terdapat keturunan generasi ke-6 dan 7, menjadi mayoritas penduduk muslim di Kota Kupang.
Hubungan antara keluarga Bahren di Kupang dengan Pulau Bangka pernah terjadi kontak melalui surat-menyurat pada tahun 1950 dengan Abdurahman Jr, Kepala Bahagian Tata Usaha SKB Wilayah Belinyu (Bangka Utara). Namun tidak ada lagi hubungan selanjutnya. Baru kemudian pada tahun 1987, keluarga Bahren di Kupang diundang ke Pulau Bangka yang disponsori oleh PT Timah. Kunjungan ini dipimpin alm. Abdul Rajab Bahren (Imam Masjid Bonopoi). Kemudian pada bulan November 2001 dan November 2002, Prof Dr Abdullah Bamualim (Keturunan Ke-4 Depati Amir) mengunjungi Makam Depati Bahren yang dipugar. Pada bulan April 2004 anggota DPRD Propinsi Bangka Belitung berziarah ke makam Depati Amir dan Ake Tjing di Kupang.
Selanjutnya setiap tahun menjelang bulan Ramadhan, perwakilan keluarga Bahren di Kupang diundang mengikuti acara tahunan di Pemakaman Depati Bahren di Bangka. Terakhir terjadi kunjungan bersejarah dari Gubernur Bangka Belitung ke Kupang untuk meresmikan pemugaran kuburan Depati Amir dan Ake Tjing pada tanggal 20-21 September 2011 lalu.
Harapan Kita Semua Untuk ke Depannya
Status Depati Amir sampai saat ini belum diresmikan sebagai pahlawan bangsa. Untuk itu, perlu inisiasi sebagai pahlawan bangsa Indonesia oleh Pemerintah Provinsi Babel dan Provinsi NTT. Selain itu, wajar kiranya nama Depati Amir diabadikan dalam bentuk monumen (nama jalan atau bangunan) di NTT. Karena di bumi NTT bersemayan seorang putera terbaik yang dilahirkan Bumi Pertiwi. Depati Amir dapat menjadi simpul hubungan antar dua provinsi yang letaknya di belahan barat dan belahan timur Indonesia. Hubungan tersebut selanjutnya dapat berkembang menjadi hubungan budaya dan ekonomi. Semoga.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar