Depati Amir, Pahlawan Pulau Bangka
Depati Amir, seperti yang kita tahu
dari dahulu kalau nama itu sudah tidak asing lagi ditelinga kita warga
Kepulauan Bangka. Nama itu selalu kita ingat meskipun kita tidak mengetahui seluk
beluk kepahlawanannya. Minimal kita mengetahui kalau nama itu diabadikan
menjadi nama
sebuah Bandara yang dimiliki oleh Pulau Bangka yang berada di Jl.
Soekarno Hatta, Pangkalan Baru - Bangka Tengah. Begitu besarnya penghargaan
atas nama Depati Amir hingga diabadikan menjadi nama sebuah bandara oleh
penduduk Pulau Bangka. Namun tahukah Anda jika tulang belulang Depati Amir
tidak disemayamkan di tanah Kepulauan Bangka? Disini akan diulas sedikit
mengenai sejarah Depati Amir, Pahlawan Pulau Bangka ini.
Sejarah atau cerita ini dikutip dari
Bangka Pos Cyber Media yang diulas oleh Prof Dr Abdullah Bamualim Periset pada
BPTP Sumatera Barat, Keturunan ke 4 Depati Amir. Lebih dan kurangnya kira-kira
seperti inilah yang di ungkapkan beliau melalui BangkaPos.com dengan diedit
seperlunya tanpa mengubah inti cerita.
Perjuangan
Depati Amir
Amir, sebagai putera sulung Depati
Bahren, diangkat Belanda menjadi Depati pada tahun 1830. Kurang dari setahun
menjabat, Depati Amir meletakkan jabatannya, walaupun tetap dianggap dan
seterusnya disebut Depati oleh masyarakat Bangka. Sepeninggal Depati Bahren
pada tahun 1848, Amir menuntut agar tunjangan yang diberikan Belanda
dilanjutkan kepadanya.
Keengganan Belanda memenuhi
permintaan tersebut menyulut
pemberontakan Amir, karena itu Belanda berupaya untuk menangkapnya. Pada bulan Desember 1848 Amir berhasil lolos, tetapi puteranya Baidin, ibunya Dakim, saudara perempuannya Ipah dan empat pengikutnya berhasil ditangkap keesokan harinya. Sejak itu, Amir masuk hutan dan melakukan perlawanan terhadap Belanda yang menimbulkan ketegangan di Pulau Bangka. Sebagian besar rakyat Bangka memihak kepada Depati Amir, termasuk bantuan dari beberapa orang Cina yang membeli senjata dari Singapura. Dalam melancarkan serangan, Depati Amir bermarkas di kaki Gunung Maras dengan siasat perang gerilya.
pemberontakan Amir, karena itu Belanda berupaya untuk menangkapnya. Pada bulan Desember 1848 Amir berhasil lolos, tetapi puteranya Baidin, ibunya Dakim, saudara perempuannya Ipah dan empat pengikutnya berhasil ditangkap keesokan harinya. Sejak itu, Amir masuk hutan dan melakukan perlawanan terhadap Belanda yang menimbulkan ketegangan di Pulau Bangka. Sebagian besar rakyat Bangka memihak kepada Depati Amir, termasuk bantuan dari beberapa orang Cina yang membeli senjata dari Singapura. Dalam melancarkan serangan, Depati Amir bermarkas di kaki Gunung Maras dengan siasat perang gerilya.
Menghadapi pemberontakan ini, pada
bulan April 1850 didatangkan dari Palembang Kompi ke-4, Batalion ke-1, dengan
kekuatan 4 perwira dan 143 bintara dipimpin Kapten J.H. Doorschoot. Karena
makin memburuknya keamanan selama pertengahan tahun 1850 maka dikirim komisaris
H.J. Severijn Haesebroek untuk berunding dengan Amir. Namun perundingan gagal
karena tidak dipenuhi persyaratan agar membawa anak, Ibu, saudara perempuan dan
pengikut Amir yang ditawan. Bantuan kedua, didatangkan dalam bulan September
1850 dengan kapal uap Bromo dan Tjipanas dipimpin Kapten Buys. Bantuan ketiga
yang dipimpin Kapten Blommenstein didatangkan lagi dan ditempatkan di sekitar
Sungailiat, Pangkalpinang dan Belinyu, terutama untuk melindungi parit-parit
timah.
Depati Amir berhasil menang dalam
beberapa pertempuran dengan Belanda. Dalam suatu peristiwa, tentara Belanda
dijebak saat berada di atas titian kayu yang menghubungi dua tepi jurang antara
kampung Nibung dan Gambul. Juga tercatat serangan ke kampung Ampang yang
dipimpin oleh Ake Tjing, adik Amir, dibantu oleh Mandadi, menantu Demang
Suramenggala.
Penangkapan
Depati Amir
Setelah dua tahun berjuang, kekuatan
Depati Amir berkurang karena pengikutnya terdiri dari rakyat biasa yang secara
bertahap pulang ke kampungnya untuk berladang dan memenuhi kebutuhan keluarga
mereka masing-masing. Suplai senjata dan amunisi pun makin berkurang akibat
daerah sekitar pantai dijaga ketat tentara Belanda. Keadaan ini membatasi
gerakan Amir hanya di sekitar wilayah yang masih ada pangan, sehingga beberapa
kali Amir nyaris tertangkap.
Akhirnya, dalam kondisi sakit, Depati
Amir ditangkap pada awal Januari 1851 dan dibawa ke markas militer Belanda di
Bakam pada tanggal 7 Januari. Pada tanggal 16 Januari 1851 ia dan saudaranya
Ake Tjing dibawa ke Belinyu kemudian ke Mentok dengan kapal Onrust. Pada
tanggal 28 Februari 1851 Depati Amir dan Ake Tjing diberangkatkan ke Kupang -
Pulau Timor. Bersamanya, ikut berangkat Ibunya Dakim, isterinya Janur, anaknya Baudin,
saudaranya yang lain (Djidah, Ipah dan Senah), ibu tirinya Lindan, saudara
tirinya Kapidin, iparnya Dandip dan pembantunya Mia.
Antara
Pulau Bangka dan Kupang
Sejak diasingkan ke Kupang,
terputuslah hubungan dengan Pulau Bangka sampai meninggalnya Depati Amir tahun
1885 dan saudaranya Ake Tjing tahun 1890. Tidak banyak catatan mengenai
aktifitas Depati Amir di Pulau Timor, kecuali beliau pernah turut membantu
program vaksinasi massal yang diadakan Belanda untuk masyarakat Kota Kupang.
Saat ini terdapat keturunan generasi ke-6 dan 7, menjadi mayoritas penduduk
muslim di Kota Kupang.
Hubungan antara keluarga Bahren di
Kupang dengan Pulau Bangka pernah terjadi kontak melalui surat-menyurat pada
tahun 1950 dengan Abdurahman Jr, Kepala Bahagian Tata Usaha SKB Wilayah Belinyu
(Bangka Utara). Namun tidak ada lagi hubungan selanjutnya. Baru kemudian pada
tahun 1987, keluarga Bahren di Kupang diundang ke Pulau Bangka yang disponsori
oleh PT Timah. Kunjungan ini dipimpin alm. Abdul Rajab Bahren (Imam Masjid Bonopoi).
Kemudian pada bulan November 2001 dan November 2002, Prof Dr Abdullah Bamualim
(Keturunan Ke-4 Depati Amir) mengunjungi Makam Depati Bahren yang dipugar. Pada
bulan April 2004 anggota DPRD Propinsi Bangka Belitung berziarah ke makam
Depati Amir dan Ake Tjing di Kupang.
Selanjutnya setiap tahun menjelang
bulan Ramadhan, perwakilan keluarga Bahren di Kupang diundang mengikuti acara
tahunan di Pemakaman Depati Bahren di Bangka. Terakhir terjadi kunjungan
bersejarah dari Gubernur Bangka Belitung ke Kupang untuk meresmikan pemugaran
kuburan Depati Amir dan Ake Tjing pada tanggal 20-21 September 2011 lalu.
Harapan
Kita Semua Untuk ke Depannya
Status Depati Amir sampai saat ini
belum diresmikan sebagai pahlawan bangsa. Untuk itu, perlu inisiasi sebagai pahlawan
bangsa Indonesia oleh Pemerintah Provinsi Babel dan Provinsi NTT. Selain itu,
wajar kiranya nama Depati Amir diabadikan dalam bentuk monumen (nama jalan atau
bangunan) di NTT. Karena di bumi NTT bersemayan seorang putera terbaik yang
dilahirkan Bumi Pertiwi. Depati Amir dapat menjadi simpul hubungan antar dua
provinsi yang letaknya di belahan barat dan belahan timur Indonesia. Hubungan
tersebut selanjutnya dapat berkembang menjadi hubungan budaya dan ekonomi.
Semoga.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar