Kamis, 08 Mei 2014

Objek Wisata Budaya

Dusun Balitung
Dusun Balitung berada di Desa Pelepak Putih Kecamatan Sijuk 38 Km dari Kota Tanjungpandan. Penduduk yang tinggal di dusun ini merupakan warga transmigrasi Bali. Seiring dengan berjalannya waktu, tempat beserta warganya telah mewarnai daya tarik wisata, khususnya keberagaman seni budaya di Kabupaten Belitung. Warganya yang bersahaja dan ramah lalu cepat membaur dengan penduduk pribumi hal inimerupakan modal utama yang dibutuhkan Pemerintah Kabupaten Belitung sebagai syarat tumbuh dan berkembangnya destinasi wisata di wilayah Kecamatan Sijuk ini. Karena penduduknya mayoritas beragama Hindu, maka tradisi dan adat istiadat yang berlaku tentu banyak dipengaruhi oleh napas Kehidupan Hindu. Hal ini tampak dalam berbagai kegiatan di masyarakatnya, seperti memperingati upacara-upacara adat, Hari Raya Galungan, Hari Raya Nyepi, Kuningan, Saraswati dan hari keagamaan lainnnya.
Kehidupan budaya masyarakat  dan pola penataan pemukimannya masih tetap melestarikan budaya dan arsitektur tradisional, kental dengan konsep dewata dan identik dengan daerah asalnya Bali seperti bentuk bangunan rumah, pure-pure yang tertata apik serta kehidupan berkesenian yang tak dapat lepas dari warganya.


 Maras Taun
Maras Taun berasal dari kata "maras" yang artinya Memendekan. Sedangkan "Taun" berasal dari kata Tahun. Maras Taun diadakan setahun sekali oleh masyarakat desa di Belitung sebagai wujud rasa syukur setelah melewati musim panen padi. Maras Taun merupakan pertanggungjawaban dukun kampung kepada masyarakat. Ritual utama dalam acara Maras taun adalah : Doa awal, tepong tawar, dan doa akhir atau penutup.











Beripat merupakan jenis kesenian pertunjukan, dan beregong yang diambil dari kata "Gong" adalah nama alat musiknya. kedua kesenian ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. beregong tanpa beripat tidak komplit dan sebaliknya.
Beripat itu bisa dikatakan jenis olahraga bela diri dengan menggunakan senjata rotan bagi sepasang pemain. masing masing pemain mengandalkan keahlian menangkis dan memukul lawan dengan sabetan rotan. untuk dapat menentukan yang kalah dan yang menang dapat diketahui melalui jumlah luka di tubuh pemain. walau demikian, pada akhir pertunjukan tidak memunculkan rasa dendam satu dengan yang lainnya. pertunjukan beripat dimulai dengan bunyi bunyian dari peralatan musik beregong yang dibunyikan secara serentak.
Namun demikian  kesenian rakyat beripat itu tidak hanya semalam, terkadang tujuh hari tujuh malam tergantung kondisi dari kemampuan ekonomi dan minat penyelenggaranya karena pelaksanaannya menelan biaya yang relatif sangat besar.

Lesong Panjang adalah nama dari alat dan permainan itu sendiri. Biasanya dimainkan pada saat musim panen padi tiba. Alat utamanya adalah sebuah lesong terbuat dari kayu pilihan yang bersuara keras dan jernih. Panjang lesong bervariasi antara 1-1,5 meter dengan diameter 25cm-30cm. Alat untuk memukul lesong dinamakan "Alu" dan panjang bervariasi dari 75 cm hingga 120 cm dengan diameter 4 cm hingga 6 cm. Lesong dibuat dalam berbagai model dan ukuran sesuai dengan selera pemain.

Dul Mulok merupakan kesenian tradisional yang berasal dari desa kembiri yaitu pentas drama atau sejenis opera yang mana sumber ceritanya berasal dari Syaer (syair) lama diantaranya Syaer Siti zubaida, Syaer Juragan Budiman, Syaer Mabi dan Syaer Abdul Mulok yang merupakan cikal bakal terjadinya kesenian ini. Alat-alat yang digunakan dalam kesenian ini meliputi satu buah gendang panjang dan satu buah piul atau lebih dikenal dengan sebutan biola.
Asal mula kesenian Dul Mulok berawal dari ide seseorang yang pandai dalam Besaer yaitu Tok Juhek yaitu sekitar era tahun 1940-an, beliau sangat mahir dan fasih dalam urusan besaer sehingga beliau berkeinginan untuk menuangkan isi Syaer tersebut kedalam sebuah dramam kemudian beliau mengumpulkan sanak sanak saudara serta sahabat-sahabatnya untuk menyampaikan ide tersebut dan kemudian ide beliau disambut dengan antusias oleh mereka. Kemudian Tok Juhek bersama dengan saudaranya melatih para pemain sehingga jadilah kesenian drama ini, pada awalnya pemainnya mencapai 60 orang dan cerita yang pertama kali dibawakan yaitu cerita Abdul Mulok sehingga melekatlah nama tersebut sampai dengan saat ini.
Pada perkembangan selanjutnya dul Mulok dikembangkan ke Desa Parang Bulo yang dibawah oleh anak dari Tok Juhek yaitu Kek Lang sementara di Kembiri Dul Mulok dikembangkan oleh Kek Narek yang merupakan anak dari Tok Juhek juga dan secara tuurun temurun kesenian ini terus dilestarikan oelh anak cucu Tok Juhek, Sekarang ini Dul Mulok dipimpin oleh Pak Sar'ie yang dibantu oleh adiknya yaitu Ramdani sebagai sutradara.
 
Muang Jong berarti melepaskan perahu kecil ke laut. Perahu kecil tersebut berbentuk kerangka yang didalamnya berisikan sesajian. "Ancak" yaitu rumah-rumahan juga berbentuk kerangka yang melambangkan tempat tinggal. Tradisi budaya ini secara turun-temurun dilakukan setiap tahun oleh masyarakat Suku Sawang di Kabupaten Belitung menjelang musim Tenggara, sekitar bulan Agustus atau September. Dimana angin dan ombak laut pada bulan tersebut sangat ganas dan mengerikan. Ritual Muang Jong dengan bertujuan memohon perlindungan agar terhindar dari bencana yang akan menimpa, terutama di laut.
Lokasi beralamat jalan Melati Tanjungpandan. Museum ini semula bernama Museum Geologi khusus menyimpan berbagai jenis bebatuan serta maket-maket yang menggambarkan sejarah perjalanan eksplorasi penambangan timah baik yang dikerjakan secara tradisional sampai menggunakan perangkat modern. Semuanya masih tersimpan dengan rapi. Museum ini dibangun atas prakarsa DR.Osberger seorang ahli geolagi berkebangsaan Austria tahun 1962 pada saat itu beliau masih bertugas di Unit Penambangan Timah Belitung.
Dalam perkembangannya kemudian difungsikan juga sebagai tempat penyimpanan benda-benda bersejarah peninggalan kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di Pulau Belitung, yaitu berupa senjata parang, keris, tembikar, perabot rumah tangga dan benda antik lainnya


Tidak ada komentar :

Posting Komentar