Buding adalah desa terdekat wilayah Kecamatan Kelapa Kampit,
berjarak sekitar 44 kilometer dari Tanjungpandan, ibu kota Kabupaten Belitung. Penduduk desa ini memiliki legenda “ kebanggaan “, Keramat Gadong.
berjarak sekitar 44 kilometer dari Tanjungpandan, ibu kota Kabupaten Belitung. Penduduk desa ini memiliki legenda “ kebanggaan “, Keramat Gadong.
Kisah ini terjadi jauh sebelum datang penjajah. Di saat jalan raya yang
menghubungkan Tanjungpandan – Manggar ( seperti sekarang ini ) belum
ada. Saat sebagian besar penduduk memilih tinggal di pedalaman untuk
menghindarkan gangguan lanun yang suka merampok, serta menculik wanita
dan anak-anak.
Di antara penduduk Belitung yang tinggal di pedalaman tersebut
terdapatlah satu keluarga bermukim di sekitar daerah Buding mengarah ke
Pering. Keluarga ini mengandalkan hidup dari hasil ladang, hingga mereka
selalu berpindah-pindah mengikuti ladang yang di buka.Kepala keluarga
itu bernama Kuman Manor. Ia memiliki seorang istri yang sedang
mengandung anak keduanya dan seorang anak perempuan bernama Taila.
Hatta. Suatu hari, saat sedang musim mengetam padi, kubok ( kumpulan
rumah di tengah perladangan / ume,red.) Kuman Manor di datangi
serombongan lanun di bawah pimpinan Panglima Usup. Mereka datang melalui
Pantai Pering, bermaksud merampok dan berbuat apa saja yang menurut
mereka baik.
Tapi kedatangan kelompok lanun ini ke kubok Kuman Manor nampaknya tak
sesuai harapan semula. Mereka tidak bisa berbuat sekehendak hati
terhadap penduduk di kubok itu, karena Kuman Manor adalah orang yang
tidak gampang di taklukkan. Hingga terjadilah perang tanding
mengandalkan pedang, tombak, keris, petumang, dan lain-lain senjata
antara para lanun pimpinan Panglima Usup melawan penduduk kubok Kuman
Manor.
Dalam perang tanding itu satu demi satu lanun tewas di tangan Kuman
Manor. Sedang dia sendiri jangankan luka, tergorespun tidak. Perang
tanding ini di akhiri dengan menyerahnya Panglima Usup dalam kondisi
sangat kritis dengan luka parah di sekujur tubuh. Oleh Kuman Manor,
Panglima Usup yang sudah menyerah dengan luka parah itu bukan nya di
bunuh, malah di bawanya kerumah untuk di obati.
Berhari-hari setelah diobati Panglima Usup dan kebetulan yang
sehari-harinya tinggal di rumah Kuman Manor berangsur sembuh. Kebaikan
keluarga ini rupanya telah membuat hati Panglima Usup tergugah. Hingga
ia kemudian menganggap Kuman Manor sebagai orang tua sendiri. Sementara
Kuman Manor yang belum memiliki anak laki-laki juga tak keberatan
mengangkatnya sebagai anaknya.
Sesudah berbulan-bulan berdiam di rumah Kuman Manor, timbul keinginan
Panglima Usup untuk berlayar. Keinginan itu ia utarakan kepada ayah dan
ibu angkatnya yang kemudian tidak keberatan mengabulkan permintaan
tersebut. Oleh ibu angkatnya dimasaklah berbagai macam makanan untuk
sangu ( bekal,red ) selama dalam pelayaran. Keesokan harinya, diantara
kedua orang tua angkatnya,Panglima Usup berangkat dari Pantai Pering, Ia
menggunakan perahu yang dulu di gunakan untuk merompak, berangkat ke
laut lepas menuju pulau Daek.
Selang beberapa kemudian, Panglima Usup yang sudah mempunyai anak buah
para lanun lagi, datang menemui Kuman Manor. Bukan untuk
merampok,melainkan bersilaturahmi kepada orang tua angkatnya. Untuk
kedua orang tua dan adik angkatnya Panglima Usup membawa banyak sekali
oleh-oleh, hingga ia di sambut dengan penuh suka cita oleh Kuman Manor.
Setelah kedatangan itu, berulangkali Panglima Usup datang dan pergi
menemui kerluarga Kuman Manor. Dan setiap kali Panglima Usup datang
selalu disambut dengan makanan kesukaannya, kukus.
Alkisah, pada suatu hari yang seharusnya menjadi waktu kedatangan
Panglima Usup, ia tidak datang. Hingga ibu angkatnya khawatir dan
gelisah, kalau-kalau terjadi sesuatu dengannya. Berbeda dengan istrinya,
Kuman Manor tak khawatir sedikitpun. Ia malah berfikir suatu waktu
Panglima Usup pasti akan datang kembali bukan untuk bersilaturahmi,
tetapi membalas dendam. Pikiran itu terus menerus berkecamuk di hati
Kuman Manor.
Merasa waktu kedatangan sudah dekat, istri Kuman Manor menyiapkan
berbagai makanan untuk menyambut kedatangan Panglima Usup. Sementara itu
Kuman Manor tidak mau menyambut Panglima usup. Hingga membuat istrinya,
yang sedang bersusah payah menyiapkan makanan, marah. Karena itulah,
setelah berfikir sejenak, Kuman Manor memutuskan akan berangkat besok
pagi-pagi sebelum terbang lalat bersama isrinya. Ia juga minta istrinya
memasak nasi ketan.
Esok harinya, setelah subuh, mereka berangkat. Namun, sepanjang
perjalanan perasaan yang mengganjal fikiran Kuman Manor terus
berkecamuk, sehingga ia mengurungkan niat melanjutkan sisa perjalanan.
Mengingat pula ketika itu istrinya sedang hamil tua. Beliau khawatir
akan terjadi sesuatu yang tak beres. Namun,atas desakan istrinya,walau
berat hati, mereka tetap meneruskan perjalanan.
Singkat cerita begitu Kuman Manor sampai di pinggir Pantai Pering,
tampak perahu lanun tengah berlayar mengarah ke pantai. Dugaan bahwa
Panglima Usup yang dulu mengaku sebagai anak angkatnya akan melakukan
balas dendam nampaknya akan segera terbukti.Dan hal betul-betul
terbukti, ketika setelah dekat pantai perahu-perahu lanun mengepung
Kuman Manor dari segala penjuru.
Melihat Kuman Manor sudah terkepung, Panglima Usup tak mau menyiakan
kesempatan yang telah lama ia rencanakan itu. Begitu Kuman Manor telah
betul-betul terpojok, ia langsung menyerang dari segala penjuru. Kuman
Manor berusaha mempertahankan diri dari serangan ganas para lanun
tersebut. Tapi,walau ia seorang yang tangkas dan sakti atau mungkin ajal
sudah dekat, akhirnya tertangkap dan di bawa masuk ke perahu.
Di atas perahu itulah kelompok lanun mengeroyok Kuman Manor
habis-habisan. Nah,dalam pengeroyokan itu Kuman Manor meminta agar
istrinya dibebaskan karena sedang hamil tua. Perimintaan itu di turuti
Panglima Usup.
Setelah menurunkan istri Kuman Manor, tanpa perikemanusiaan Panglima
Usup memotong leher Kuman Manor hingga hampir putus. Setelah itu ia
berteriak,” Mulai sekarang habislah panglima daratan Pulau Belitung.”
Sekejap kemudian ia pun melemparkan Kuman Manor yang telah diikat dengan
leher hampir putus ke laut.
Tapi, sebuah keajaiban terjadi. Tubuh Kuman Manor yang telah terikat
dengan leher hampir putus terlihat menggeliat dan berteriak,” aku ndak
mati,naikan agik aku ke perahu.” Terkejut dengan teriakan itu,segera
anak buah Panglima Usup menaikan kembali tubuh Kuman Manor ke atas
perahu. Sesampai di atas perahu Panglima Usup langsung menebas perut
Kuman Manor hingga isi perutnya terburai keluar. Setelah itu,kembali
Panglima Usup melemparkan tubuh Kuman Manor ke laut.
Dan,untuk yang kedua kalinya,keajaiban terjadi. Tubuh Kuman Manor
kembali menggelepar dan berteriak.” Aku ndak mati. Tapi mun benar mikak
nak muno aku, naikan aku ke perahu, lalu mikak cabut kuku induk jari
kaki kanan aku.”
Oleh para lanun, Kuman Manor segera dinaikan lagi ke perahu dan langsung
mencabut kuku induk jari kaki kanan nya. Setelah memastikan Kuman Manor
betul-betul tewas, mayatnya di lemparkan kembali ke laut. Setelah
itulah baru mayat Kuman Manor terkubur di laut.
Tak lama berselang setelah Kuman Manor terbunuh, istrinya melahirkan
anak keduanya, seorang bayi laki-laki, yang kemudian hari di kenal
sebagai Keramat Gadong.
Berselang 15 tahun, Keramat Gadong tumbuh besar dan mulai tahu tentang
arti ayah-ibu. Karena tak pernah bertemu, ia pun bertanya hal ihwal
ayahnya. Oleh ibunya ia selalu mendapatkan jawaban kurang jelas. Setelah
dewasa,bahkan ibunya tak juga memberikan jawaban pasti mengenai
keberadaan ayahnya.
Penasaran dengan keberadaan sang ayah, Keramat Gadong pun lalu bertanya kepada Makciknya, Yak Linong.
“ Kemane la Bapak aku ne Cik, kiape bentuk badan belau to,” Tanya Keramat Gadong.
Yak Linong menjawab,” Bapak kau to gede badannye, tapi belau la mati debuno Panglima Usup, urang Daek.”
“ Aku nak beliaten ken Bapak,” Lanjut Keramat Gadong.
“ Kiape kau nak beliaten ken belau, kaluk la mati,” Jawab Yak Linong.
“ Tapi, aku nak beliaten, suat munggak’e “ Desak Keramat Gadong lagi.
Di desak demikian,Yak Linong pun menjawab seadanya,” Mun kau nak
beliaten kan Bapak kau, kau harus betarak antare Aik Buding kan Aik
Linggang.Lalu kau harus mawak sangu tujo ikok ketupat.”
Setelah mendapat keterangan Yak Linong,esok harinya Keramat Gadong meminta ibunya menyiapkan tujuh ketupat untuk sangu.
Di malam pertama betarak, Keramat Gadong makan satu ketupat,tapi ia
belum juga bertemu ayahnya.Begitu juga dengan ketupat kedua,ketiga
hingga keenam.
Pada malam ketujuh,ketupat terakhir ia makan.Begitu ketupatnya habis,ia
memohon kepada yang Kuasa agar dapat bertemu roh ayahnya.Setelah
beberapa waktu tepekur,ia pun tertidur nyenyak.Dalam tidur itu lah ia
bermimpi bertemu arwah ayahnya sambil berujar , “ Kau ndak akan betemu
ken aku,karene aku la de alam lain.Tapi,ape kehendak kau akan ku
kabulkan.”
Dalam mimpi itu,Keramat Gadong tidak meminta apa-apa dari roh
ayahnya,kecuali mau menuntut balas atas kematiannya.Karena itu roh
ayahnya langsung berujar,” Baikla mun kitu se,karene aku di alam
lain,kau de alam lain,mun kau nak ngelanggar tana Daek,sape la aku.Sebab
aku duluk e mati de tangan Panglima Usup urang Daek.”
Setelah itu Keramat Gadong bersumpah,”Setiap keturunan Keramat Gadong
dak kuang bekawan kan urang Daek.Karene mun bekawan,kawan itu la nok kan
ngembuno kamek.” Keramat Gadong juga berpesan kepada anak cucu nya
kelak,” Mun keturunan aku ade ape-ape umpamenye kesusahan dan
sebagainye,tunu kemenyan,panggil name aku,pasti aku datang.”
Begitu kisah pertemuan Keramat Gadong dengan roh ayahnya.Setelah
pertemuan itu, Keramat Gadong tinggal berpindah-pindah di hutan antara
Buding – Penirukan.Sehari-hari ia berladang sambil menyebarkan agama
Islam.Dalam syiarnya, Keramat Gadong memiliki bekal kesaktian di cincang
tak mempan,di rendam tidak mati dan di baker tidak di makan api serta
berani menghadapi tantangan selalu menggunakan senjata andalan.Di
antaranya tombak,pedang,dan dua buah petunangan.Sementara kakaknya,Taila
berkeluarga dengan orang Langkang,yang kemudian di temukan penginggalan
Keramat Gadong.
Hingga tahun 1986-an senjata penginggalan Keramat Gadong masih di
pelihara keturunan nya,Pak Kadir,berupa tirok dan sebuah pedang.Benda
penginggalan tersebut,oleh Belanda pernah di minta disimpan di Museum
Tanjungpandan Belitung .Tapi,benda-benda itu tak lama di simpan di
Museum,sebab tak boleh di bawa kemana-mana,ia harus dipelihara oleh
keturunan nya.Benda warisan itu masih mempunyai kekuatan magis,semisal
untuk tangkal dan pengobatan.
Tentang akhir riwayat Keramat Gadong,beliau menginggal dunia tidak terkubur dan raib menjelang subuh.
Pada malam beliau raib, Keramat Gadong mengumplkan semua anak cucunya di
kubok di tengah ume.Kira-kira menjelang Subuh,salah satu cucunya
mengingatkan,” Be kakik tek ngape lum debangunek,arine la siang,la kan
subo.” Karena waktu subuh sudah masuk,cucunya menyibakan kelambu tempat
Keramat Gadong tidur sendiri,tanpa di temani istrinya.Tapi apa yang di
temukan kemudian,hanya sebuah bantal guling yang di tutupi kain.Setelah
kain penutup di buka,ternyata Keramat Gadong tak ada di dalam.Ia
raib,hingga yang di kuburkan oleh keluarganya hanyalah bantal guling
yang di temukan di dalam kelambu.
Kuburan bantal guling itu sendiri terletak di Pering,yang kemudian menjadi tempat orang bernazar.
Semasa hidupnya,beliau pernah menanam racun di Aik Tembako,yang terletak
kea rah menuju Laut Sandong.Aik Tembako ini ketika sedang musim kemarau
tidak boleh di ambil,karena mengandung racun yang memabukan.Konon,racun
itu di tanam beliau sebagai salah satu strategi untuk mematikan para
lanun yang suka mengambil air di tempat tersebut.Hingga begitu para
lanun itu meminum air tersebut,maka akan matilah mereka.
Sebagaimana informasi pada cerita di atas,bahwa makam Keramat Gadong
berada di sekitar Pering. Dan menurut informasi dari salah satu sumber
yang di temui crew jelajahbelitung, keberadaan makam Keramat Gadong
memang berada di sekitar Laut Pering dan Desa Penirukan.Mungkin pada
lain kesempatan kami akan menelusuri lokasi tersebut,dan mengambil data
gambar makam Keramat Gadong untuk menambah bukti kan sejarah tersebut.
Sumber Cerita Hikayat Keramat Gadong ini berasal dari Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar